Pesan Adem dari Jogja, Sultan Ingatkan Pentingnya Etika di Tengah Panasnya Demokrasi

Sultan

Sri Sultan HB X mengajak masyarakat jaga etika dan sopan santun saat sampaikan aspirasi demi demokrasi yang sehat tanpa anarki.

Di tengah riuhnya suara-suara sumbang dan aksi yang terkadang kebablasan, sebuah pesan bijak datang dari jantung budaya Jawa. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, kembali mengingatkan publik tentang esensi sejati dari penyampaian aspirasi. Menurutnya, demokrasi yang sehat tidak dibangun dari caci maki atau anarkisme, melainkan dari dialog yang beretika dan niat baik untuk membangun.

Pernyataan Sultan ini seolah menjadi oase di tengah gurun pasir perdebatan publik yang seringkali panas. Ia menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak mutlak setiap warga negara, namun hak tersebut datang dengan tanggung jawab untuk menjaga adab dan kesopanan. Sebuah pengingat klasik yang relevansinya justru semakin kuat di era digital saat ini.

Demokrasi Bukan Arena Anarki

Bagi Sri Sultan Hamengku Buwono X, demokrasi adalah sebuah proses yang harus dirawat bersama. Ia menekankan bahwa menyampaikan kritik atau aspirasi tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan tindakan kekerasan atau merusak fasilitas umum. “Silakan sampaikan aspirasi, itu tidak dilarang. Tapi sampaikanlah dengan cara yang baik, sopan, dan tanpa kekerasan,” ujarnya. Pesan ini secara gamblang membedakan antara ekspresi yang membangun dengan aksi yang destruktif.

Lebih jauh, pemimpin kharismatik ini mengajak semua pihak untuk kembali ke niat baik dalam berdemokrasi. Tanpa itikad baik dari semua elemen masyarakat, proses demokrasi hanya akan menjadi ajang saling menjatuhkan yang tidak produktif dan justru bisa menimbulkan korban. Peringatan dari seorang Sultan ini patut menjadi refleksi bagi semua, dari aktivis hingga politisi.

Etika: Akar Budaya yang Terlupakan

Pesan yang disampaikan oleh Sultan sejatinya adalah penegasan kembali nilai-nilai luhur budaya yang mengedepankan tata krama dan sopan santun. Di tengah arus informasi yang begitu cepat dan seringkali liar, etika menjadi filter penting agar kebebasan tidak kebablasan. Apa yang disampaikan oleh Raja Keraton Yogyakarta ini adalah sebuah panggilan untuk tidak melupakan akar budaya bangsa dalam menjalankan praktik demokrasi modern.

READ  Di Balik Hujan dan Hardik di Stasiun Tigaraksa, Bukan Sekadar Premanisme

Menyampaikan pendapat dengan cara yang beradab tidak akan mengurangi substansi dari kritik itu sendiri. Justru, aspirasi yang disuarakan dengan santun dan argumen yang kuat akan lebih didengar dan dihargai. Inilah inti dari demokrasi yang matang, sebuah proses pendewasaan bersama yang harus terus diupayakan.

Refleksi untuk Masa Depan Demokrasi Indonesia

Pada akhirnya, seruan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X ini bukan hanya relevan untuk warga Yogyakarta, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia. Di tahun-tahun politik yang seringkali memanas, menjaga etika dalam berpendapat adalah kunci untuk merawat persatuan. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberi ruang bagi perbedaan, namun tetap berdiri di atas fondasi saling menghormati. Pesan Sultan menjadi pengingat bahwa tujuan akhir dari demokrasi adalah kesejahteraan bersama, bukan perpecahan.

Written by 

SMP NEGERI 1 ANJATAN adalah sekolah menengah pertama negeri yang berdiri di kota indramayu. Sekolah ini telah melewati proses penilaian akreditasi A yang memastikan bahwa lolos standard nasional perguruan tinggi. Selain itu, Terdapat visi & misi untuk mewujudkan pendidikan yang menghasilkan siswa prestasi dan lulusan berkualitas tinggi yang perduli dengan lingkungan hidup.