Membedah Psikologi di Balik Fenomena Tsundoku di Era Game Digital

fenomena tsundoku

Mengungkap psikologi di balik fenomena tsundoku pada gamer. Bukan sekadar menimbun, ini adalah dampak dari ekonomi digital, diskon besar, dan FOMO di platform seperti Steam

Sebuah survei terbaru mengonfirmasi apa yang telah lama dirasakan oleh banyak gamer: rak game digital mereka di platform seperti Steam penuh sesak dengan judul-judul yang belum pernah tersentuh. Istilah dari Jepang, “Tsundoku”, yang awalnya merujuk pada kebiasaan menimbun buku tanpa membacanya, kini telah menemukan relevansi baru di era digital. Namun, fenomena tsundoku di dunia game ini lebih dari sekadar kebiasaan menimbun; ia adalah cerminan dari psikologi konsumen dan strategi ekonomi di pasar game modern.

Berbeda dengan tumpukan buku fisik yang memakan ruang dan menjadi pengingat nyata, koleksi game digital tersimpan rapi di balik layar, membuatnya lebih mudah untuk terus bertambah tanpa rasa bersalah. Fenomena tsundoku pada gamer sering kali didorong oleh strategi pemasaran agresif dari platform distribusi digital. Ajang diskon besar-besaran seperti “Steam Summer Sale” menjadi pemicu utamanya. Diskon besar menciptakan ilusi “kesepakatan cerdas” yang sulit untuk dilewatkan, mendorong pembelian impulsif berdasarkan potensi permainan di masa depan, bukan kebutuhan saat ini.

Dari sisi psikologis, fenomena tsundoku ini terkait erat dengan Fear of Missing Out (FOMO) atau ketakutan ketinggalan penawaran terbatas. Selain itu, ada pula faktor pembelian aspirasional, di mana seorang gamer membeli sebuah game bukan untuk langsung dimainkan, melainkan karena aspirasi untuk menjadi tipe orang yang akan memainkan game tersebut suatu saat nanti. Membeli game strategi yang kompleks atau RPG yang panjang menjadi cara untuk memvalidasi identitas sebagai gamer yang “serius”, meskipun waktu luang yang dimiliki tidak memungkinkan.

READ  Krisis Tenaga Kerja RI! Bukan Sekedar Minim Lowongan, Kualitas SDM Jadi Akar Masalah

Kepemilikan game-game ini, meskipun tidak dimainkan, memberikan rasa kepuasan dan keamanan tersendiri. Namun, sisi negatifnya adalah dapat menimbulkan decision paralysis atau kelumpuhan dalam mengambil keputusan. Ketika dihadapkan pada ratusan pilihan, seorang gamer justru bisa berakhir tidak memainkan apa pun.

Pada akhirnya, fenomena tsundoku di kalangan gamer adalah sebuah studi kasus menarik tentang bagaimana ekonomi digital dan psikologi manusia saling berkelindan. Ini bukan lagi soal menimbun barang, melainkan tentang bagaimana hasrat untuk memiliki, didorong oleh rasa urgensi dan penawaran yang menarik, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hobi itu sendiri.

Written by 

SMP NEGERI 1 ANJATAN adalah sekolah menengah pertama negeri yang berdiri di kota indramayu. Sekolah ini telah melewati proses penilaian akreditasi A yang memastikan bahwa lolos standard nasional perguruan tinggi. Selain itu, Terdapat visi & misi untuk mewujudkan pendidikan yang menghasilkan siswa prestasi dan lulusan berkualitas tinggi yang perduli dengan lingkungan hidup.