Di Bawah Bayang-bayang Perang, Generasi Muda Suriah yang Terlupakan dan Perjuangan Merajut Masa Depan

Suriah

Konflik berkepanjangan tidak hanya menghancurkan bangunan di Suriah, tetapi juga merenggut masa depan satu generasi. Ini adalah kisah perjuangan mereka di tengah trauma dan ketidakpastian.

Di tengah berita yang terus mengalir tentang serangan udara, pergeseran perbatasan, dan manuver politik di Suriah, ada satu korban yang seringkali tak bersuara namun menanggung luka paling dalam: satu generasi penuh anak-anak dan remaja yang tumbuh tanpa mengenal arti kedamaian. Lebih dari sekadar statistik korban jiwa, krisis kemanusiaan di negara ini telah melahirkan sebuah “generasi yang hilang”—mereka yang masa kecilnya terenggut dan masa depannya terancam sirna.

Bagi jutaan pemuda Suriah, suara ledakan lebih akrab di telinga daripada lagu anak-anak. Pemandangan puing-puing bangunan lebih sering mereka lihat daripada taman bermain. Konsep “rumah” menjadi sesuatu yang fana, mudah berpindah dari satu tenda pengungsian ke tenda lainnya. Trauma ini bukanlah luka sesaat; ia mengakar dalam psikologi mereka, membentuk cara mereka memandang dunia, kepercayaan terhadap sesama, dan harapan akan hari esok.

Krisis paling sunyi namun paling merusak terjadi di sektor pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali memperingatkan bahwa runtuhnya sistem pendidikan di Suriah adalah salah satu tragedi terbesar dalam konflik ini. Sekolah yang hancur, guru yang melarikan diri, dan kemiskinan yang memaksa anak-anak untuk bekerja daripada belajar telah menciptakan sebuah jurang intelektual. Ini adalah bom waktu, karena tanpa pendidikan, generasi ini akan kesulitan membangun kembali negara mereka kelak. Mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi dokter, insinyur, atau seniman yang dibutuhkan untuk memulihkan peradaban.

Meski demikian, di tengah keputusasaan, api harapan belum sepenuhnya padam. Di sudut-sudut kamp pengungsian yang sempit atau di ruang bawah tanah yang tersembunyi, para relawan lokal dengan gagah berani mendirikan sekolah darurat. Mereka berjuang dengan sumber daya seadanya untuk mengajarkan aksara dan angka, mencoba menyuntikkan sedikit rasa normal dalam kehidupan anak-anak yang penuh gejolak.

READ  Hubungan Trump dan Prabowo: Keuntungan atau Kerugian bagi Indonesia?

Pada akhirnya, ketika dunia membahas strategi militer dan resolusi politik, nasib generasi muda ini harus menjadi pusat perhatian. Sebab, membangun kembali Suriah bukanlah sekadar tentang merekonstruksi gedung dan jalan. Ini tentang memulihkan jiwa-jiwa yang terluka dan mengembalikan masa depan yang telah dicuri. Mengabaikan mereka berarti membiarkan dampak perang terus berlanjut hingga beberapa dekade mendatang.

Written by 

SMP NEGERI 1 ANJATAN adalah sekolah menengah pertama negeri yang berdiri di kota indramayu. Sekolah ini telah melewati proses penilaian akreditasi A yang memastikan bahwa lolos standard nasional perguruan tinggi. Selain itu, Terdapat visi & misi untuk mewujudkan pendidikan yang menghasilkan siswa prestasi dan lulusan berkualitas tinggi yang perduli dengan lingkungan hidup.