Sebuah kebijakan baru yang digulirkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Rencana untuk memblokir jutaan rekening bank yang tidak aktif atau dormant menuai kritik tajam, salah satunya datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang meminta pemerintah untuk tidak mengambil langkah yang dianggap serampangan dan berpotensi merugikan rakyat kecil.
Alasan Keamanan di Balik Rencana PPATK
Dari sudut pandang pemerintah, kebijakan pemblokiran rekening menganggur ini memiliki tujuan yang krusial. PPATK berargumen bahwa rekening-rekening yang lama tidak menunjukkan aktivitas transaksi sangat rentan disalahgunakan untuk berbagai tindak kejahatan keuangan. Praktik seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga penipuan dan judi online seringkali memanfaatkan rekening tak bertuan sebagai wadah penampungan dana ilegal. Dengan melakukan pemblokiran, PPATK berupaya menutup celah keamanan ini, melindungi sistem perbankan nasional, dan pada akhirnya juga melindungi pemilik sah rekening dari potensi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Langkah ini dilihat sebagai upaya preventif untuk menjaga integritas sistem keuangan negara.
PBNU: Jangan Rugikan Masyarakat Kecil
Meskipun niatnya baik, kebijakan ini dinilai dapat menimbulkan dampak sosial yang serius. Ketua PBNU, Choirul Sholeh Rasyid, menyuarakan keprihatinannya bahwa kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi riil sebagian besar masyarakat Indonesia. Banyak warga di pedesaan atau mereka yang memiliki literasi keuangan terbatas sengaja menyimpan dana di rekening tanpa melakukan transaksi dalam waktu lama. Tujuannya beragam, mulai dari menabung untuk biaya ibadah haji, dana darurat, atau sekadar karena akses ke layanan perbankan yang terbatas. PBNU khawatir, pemblokiran massal terhadap rekening menganggur ini justru akan merugikan dan menimbulkan kepanikan di kalangan nasabah kecil yang tidak memahami kompleksitas kebijakan tersebut.
Mencari Titik Temu Antara Kebijakan dan Keadilan
Polemik ini menyoroti sebuah dilema klasik antara penerapan kebijakan teknokratis demi keamanan dan dampaknya terhadap keadilan sosial. Di satu sisi, langkah PPATK untuk mengamankan sistem finansial sangatlah penting. Namun di sisi lain, suara PBNU mewakili kekhawatiran bahwa kebijakan yang kaku dapat mengorbankan kepentingan warga yang paling rentan. PBNU mendorong agar pemerintah lebih mengedepankan sosialisasi dan edukasi, serta meminta pihak perbankan lebih proaktif menghubungi nasabah sebelum sebuah rekening menganggur dibekukan. Pada akhirnya, menemukan solusi yang dapat mencegah kejahatan tanpa harus merugikan nasabah kecil menjadi tantangan utama yang harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh para pemangku kebijakan.