Setelah tragedi KM Barcelona, perjuangan sesungguhnya dimulai di darat. Mengupas luka tak kasat mata dan pentingnya pemulihan trauma bagi para korban yang selamat dari maut di lautan.
Bagi para korban selamat dari tragedi KM Barcelona V.A., daratan adalah anugerah. Tanah yang kokoh di bawah kaki terasa seperti kemewahan setelah berjam-jam terapung di antara hidup dan mati. Namun, ketika deru mesin perahu penyelamat mereda dan selimut hangat telah dibagikan, sebuah pertempuran baru dimulai. Pertempuran ini tidak terjadi di lautan, melainkan di dalam labirin pikiran mereka sendiri.
Tragedi sebuah kapal yang karam tidak berakhir saat korban terakhir dievakuasi. Justru saat itulah babak paling sunyi dan seringkali paling berat dimulai: melawan trauma. Ini adalah luka yang tak terlihat, tidak berdarah, namun bisa melumpuhkan jiwa lebih hebat dari badai manapun. Inilah yang kini dihadapi oleh para penumpang KM Barcelona yang berhasil direnggut kembali dari amukan laut.
Bayangan air yang menelan kapal, dinginnya ombak yang menggigit, dan suara kepanikan di tengah malam—semua itu tidak ikut tenggelam bersama bangkai kapal. Kenangan itu menempel, menjadi hantu yang muncul dalam mimpi buruk atau dalam kilas balik ketakutan saat melihat genangan air. Ini adalah musuh tak kasat mata yang dihadapi para penyintas, sebuah kondisi yang dikenal sebagai gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Di tengah perjuangan sunyi inilah, kehadiran tim trauma healing dari Polda Sulawesi Utara menjadi lebih dari sekadar program. Mereka adalah para penyelam jiwa. Tugas mereka bukan lagi menarik tubuh dari air, melainkan menarik kesadaran dari palung ketakutan. Dengan pendekatan psikologis, mereka mengajak para korban untuk berbicara, untuk melepaskan jangkar emosi yang membebani, dan untuk meyakini kembali bahwa daratan—dan kehidupan—benar-benar aman.
Proses ini krusial. Tanpa intervensi semacam ini, seorang korban selamat bisa jadi hanya “selamat” secara fisik. Jiwanya mungkin masih terperangkap di lautan. Mereka mungkin akan takut seumur hidup pada air, cemas berlebihan, atau menarik diri dari kehidupan sosial. Apa yang dilakukan oleh tim pemulihan trauma ini adalah memastikan bahwa para korban tidak hanya selamat, tetapi juga bisa kembali “hidup” seutuhnya.
Kisah para korban KM Barcelona menjadi pengingat keras bahwa manajemen bencana modern tidak boleh berhenti pada evakuasi fisik. Ada tanggung jawab untuk memulihkan manusia seutuhnya. Karena pada akhirnya, kemenangan terbesar melawan sebuah tragedi bukanlah saat kita berhasil menginjak daratan, melainkan saat kita berani menatap cakrawala laut lagi tanpa rasa takut yang melumpuhkan.